Keikhlasan dalam Beribadah



A.      MATERI TENTANG KEIKHLASAN DALAM BERIBADAH
1.      Definisi Keikhlasan Dalam Beribadah
Kata ikhlas secara harfiah berarti murni, suci, atau bersih. Konteks ikhlas ini berkaitan dengan niat. Niat adalah dorongan dalam hati manusia untuk melaksanakan amal perbuatan tertentu. Dalam mengamalkan ajaran Agama Islam hendaknya dilandasi dengan niat ikhlas karena Allah Swt., artinya dengan kesadaran semata-mata hanya menaati perintah-Nya dan untuk memperoleh ridho-Nya.[1]
Ikhlas dalam beribadah. Manusia diciptakan oleh Allah swt untuk beribadah dan menyembah kepada Allah Swt. Dalam menjalankan ibadah haruslah secara ikhlas karena Allah Swt. Ikhlas akan membantu kita untuk beribadah dengan tenang, tidak tergesa-gesa dan tidak melakukannya dengan sesuatu tekanan atau keterpaksaaan. Dengan terbiasa ikhlas dalam beribadah akan membuat kita senantiasa ikhlas menghadapi ujian atau cobaan dari Allah dalam kehidupan sehari-hari. Ikhlas merupakan syarat diterimanya suatu amal perbuatan di samping syarat lainnya yaitu mengikuti tuntunan Rasulullah saw. Ibnu Mas’ud pernah berkata Perkataan dan perbuatan seorang hamba tidak akan bermanfaat kecuali dengan niat (ikhlas), dan tidaklah akan bermanfaat pula perkataan, perbuatan dan niat seorang hamba kecuali yang sesuai dengan sunnah (mengikuti Rasulullah saw).
Yang dimaksud dengan ikhlas adalah ketika kita menjadikan niat dalam melakukan suatu amalan hanyalah karena Allah semata, melakukannya bukan karena selain Allah, bukan karena riya (ingin dilihat manusia) ataupun sum’ah (ingin didengar manusia), bukan pula karena ingin mendapatkan pujian serta kedudukan yang tinggi di antara manusia, dan juga bukan karena tidak ingin dicela oleh manusia. Apabila melakukan suatu amalan hanya karena Allah semata bukan karena kesemua hal tersebut, maka itulah yang dinamakan ikhlas.
Rasulullah saw. bersabda yang artinya:Ada seorang laki-laki yang mengunjungi saudaranya di kota lain, maka Allah mengutus malaikat di perjalanannya, ketika malaikat itu bertemu dengannya, malaikat itu bertanya “hendak ke mana engkau ?” maka dia pun berkata “Aku ingin mengunjungi saudaraku yang tinggal di kota ini”. Maka malaikat itu kembali bertanya “Apakah engkau memiliki suatu kepentingan yang menguntungkanmu dengannya ?” orang itu pun menjawab: “tidak, hanya saja aku mengunjunginya karena aku mencintainya karena Allah”, malaikat itu pun berkata: “sesungguhnya aku adalah utusan Allah untuk mengabarkan kepadamu bahwa sesungguhnya Allah mencintaimu sebagaimana engkau mencintai saudaramu itu karenaNya.” (HR Muslim).
Hadits diatas menjelaskan bahwa jika seseorang mengunjungi saudaranya hanya karena Allah, maka sebagai balasannya, Allah pun mencintai orang tersebut. Dalam hadits lain, Rasulullah saw bersabda: “Tidaklah engkau menafkahi keluargamu yang dengan perbuatan tersebut engkau mengharapkan wajah Allah, maka perbuatanmu itu akan diberi pahala oleh Allah, bahkan sampai sesuap makanan yang engkau letakkan di mulut istrimu. (HR Bukhari Muslim).
Yang diwajibkan dalam amal perbuatan kita bukanlah banyaknya amal namun tanpa keikhlasan. Amal yang dinilai kecil di mata manusia, apabila kita melakukannya ikhlas karena Allah, maka Allah akan menerima dan melipat gandakan pahala dari amal perbuatan tersebut. Betapa banyak amalan yang kecil menjadi besar karena niat, dan betapa banyak pula amal yang besar menjadi kecil hanya karena niat. Seseorang yang telah beramal ikhlas karena Allah (di samping amal tersebut harus sesuai dengan tuntunan Rasulullah saw), maka keikhlasan tersebut akan mampu mencegah setan untuk menguasai dan menyesatkannya.

2.      Uraian Materi Keikhlasan Dalam Beribadah
a.    Dalam QS. Al-An’am ayat 162-163 yang artinya: Katakanlah sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri kepada Allah”.
Penyerahan diri kepada Allah sesuai dengan QS. Al-An’am ayat 162-163 merupakan komitmen manusia dengan Allah Swt., yang merupakan pernyataan sikap baik hidup maupun mati semata-mata hanya mencari keridloan Allah, dan sepenuhnya harus berserah diri kepada-Nya. Menyerahkan hidup dan mati kepada Allah Swt., Selama hayat dikandung badan ia akan menghambakan diri kepada Allah Swt, dengan jalan mentaati segala perintah-Nya dan menjahui larangan-Nya.
Larangan menyekutukan Allah, misalnya mempercayai benda-benda pusakan sebagai penolak segala musibah, atau memberi kekuatan bagi pemiliknya, mempercayai ramalan bintang, menyembah berhala, mempercayai dukun yang bias merubah nasib manusia, dan sebagaianya. Perbuatan syirik itu merupakan dosa besar yang paling berat sehingga pelakunya tidak akan memperoleh ampunan dari Allah Swt.
b.    Dalam QS. Al-Bayyinah ayat 5 yang artinya: Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah, dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan salat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus (benar)”.
Perintah untuk beribadah kepada Allah dengan ikhlas dan mentaati agama Allah Swt. dengan lurus, yaitu tidak bercampur dengan riya’, bid’ah , dan syirik. Jika melakukan ibadah seperti sholat puasa, zakat, membaca Al Qur’an, dan sebagainya, hanya karena Allah berarti ikhlas. Namun sebaliknya jika melakukan sesuatu dengan mengharap pujian berarti riya’ dan amal akan sia-sia . Begitu juga jika dalam melakukan ibadah tujuan pikiran dan konsentrasi bukan karena Allah Swt. berarti telah berbuat syirik.
Niat ikhlas hanya karena Allah Swt. Niat adalah dorongan yang tumbuh dalam hati manusia untuk melaksanakan alam perbuatan tertentu, sedangkan ikhlas berarti murni, suci atau bersih. Dalam mengamalkan setiap ajaran Islam hendaknya dilandasi dengan niat ikhlas karena Allah swt, maksudnya dengan kesadaran semata-mata hnaya mentaati perintahnya dan untuk memperoleh ridho-Nya.
Melandasi pengamalan setiap ajaran Islam (ibadah dan amal sholeh) dengan niat ikhlas karena Allah Swt., Wajib hukumya. Hal itu karena perbuatan ibadah dan amal soleh jika tidak dilandasi dengan niat ikhlas karena Allah tidak akan diterima Allah Swt.
Allah Swt., memerintahkan agar dalam meyakini kebenaran Islam dan mengamalkan seluruh ajarannya dilandasi dengan niat ikhlas karena Allah Swt. semata dan untuk memperoleh ridho-Nya.

Dari segi bentuknya, ibadah dibedakan menjadi 5, yaitu:[2]
1.      Ibadah Qauliyah (ucapan), seperti: membaca Al-Qur’an, berdo’a dan berdzikir
2.      Ibadah Jismiyah (fisik), seperti: berpuasa dan menolong orang
3.      Ibadah Maliyah (melibatkan harta), seperti: memberi zakat, infaq, dan sedekah.
4.      Ibadah Qauliyah wa jismiyah (ucapan dan perbuatan), seperti: shalat
5.      Ibadah Qauliyah, Jismiyah, dan Maliyah (bacaan, perbuatan dan harta), seperti: haji.
Ditinjau dari ucapannya, ibadah dibedakan menjadi dua, yaitu:
1.      Ibadah ‘ammah (umum), yaitu segala perbuatan yang dilakukan semata-mata karena Allah Swt., untuk mendapatkan keridhaan-Nya, seperti: menolong orang, mencari nafkah, meyerukan kebaikan, serta mencegah kejahatan. Ibadah seperti ini disebut juga dengan ibadah Ghairu Mahiah.
2.      Ibadah Khassah (khusus), yaitu ibadah yang telah ditetapkan oleh nash tentang kaifiyah (tatacara) pelaksanaannya, seperti: shalat, puasa, zakat dan haji. Ibadah seperti ini disebut juga dengan ibadah Mahiah.
Ciri-ciri seseorang yang bersifat ikhlas, antara lain:
1.      Meniatkan amal dan perbuatan semata hanya kepada Allah Swt.
2.      Shalat dengan khusyu’ adalah bukti amalan kepasrahan kepada Allah Swt.
3.      Syukur dalam bentuk ucapan, yaitu selalu berdzikir, bertahmid, dan bertahlil kepada Allah Swt.
4.      Senantiasa memperbaiki niat dan amalan , sehingga terus berada dalam jalan yang disyariatkan Al-Qur’an dan Hadis.
Ciri-ciri seseorang yang tidak bersifat ikhlas, antara lain:
1.      Tidak beriman kepada Allah Swt.
2.      Tidak mau mendengarkan ayat-ayat Allah Swt.
3.      Mendustakan agama, tidak melaksanakan perintah Allah Swt.
4.      Tidak mengikuti agama yang lurus
5.      Menyekutukan Allah Swt.
6.      Tidak berpuasa, tidak menunaikan zakat dan tidak pergi haji, padahal ia mampu untuk menjalankannya


B.       DALIL TENTANG KEIKHLASAN DALAM BERIBADAH
Ibadah merupakan fitrah manusia yang kecenderungannya selalu ingin menghambakan diri kepada Yang Maha Kuasa. Ibadah merupakan hakikat keberadaan dan inti keberagamaan manusia. Semakin ikhlas seseorang beribadah, semakin dekat ia kepada Allah Swt. Tujuan ibadah adalah untuk mendapat keridhoan Allah Swt. semata. Ada beberapa dalil yang membahas tentang keikhlasan dalam beribadah, dan setiap kandungannya itu selalu berkaitan dengan pembahasan keikhlasan dalam beribadah, dalam artian umat muslimin dan muslimat (manusia) yang melalukan suatu kegiatan atau aktivitas yang dimana berisi tentang kebaikan, baik dari segi perbuatan positif kepada manusia lainnya maupun kepada Allah Swt. kita wajib ikhlas dalam beribadah. Karena begitu pentingnya keikhlasan dalam beribadah ada beberapa surah yang membahas tentang masalah yang terkait. Adapun Surah-surah dalam Al-Qur’an yang membahas masalah tersebut, yaitu :[3]
1.      Q.S. Al-An’am ayat 162 -163
ö@è% ¨bÎ) ÎAŸx|¹ Å5Ý¡èSur y$uøtxCur ÎA$yJtBur ¬! Éb>u tûüÏHs>»yèø9$# ÇÊÏËÈ   Ÿw y7ƒÎŽŸ° ¼çms9 ( y7Ï9ºxÎ/ur ßNöÏBé& O$tRr&ur ãA¨rr& tûüÏHÍ>ó¡çRùQ$# ÇÊÏÌÈ  
Artinya : Katakanlah sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri kepada Allah”.[4]

Adapun kandungan makna QS. Al-An’am ayat 162-163 adalah:
a.    Perintah Allah Swt. pada umat-Nya untuk berkeyakinan bahwa shalatnya,
hidupnya, dan matinya hanyalah semata mata untuk Allah Swt.
b.    Allah Swt. adalah Tuhan semesta alam, tidak ada sekutu bagi-Nya.
c.    Perintah Allah Swt. pada umat manusia untuk ikhlas dalam berkeyakinan,
beribadah, beramal, dan menjadi orang pertama dalam kaumnya yang berserah
diri kepada-Nya.
d.   Senantiasa beramal shaleh dan menjauhkan segala larangan larangan Allah
Swt. agar selamat di dunia dan akhirat.

2.      Q.S. Al-Bayyinah ayat 5
!$tBur (#ÿrâÉDé& žwÎ) (#rßç6÷èuÏ9 ©!$# tûüÅÁÎ=øƒèC ã&s! tûïÏe$!$# uä!$xÿuZãm (#qßJÉ)ãƒur no4qn=¢Á9$# (#qè?÷sãƒur no4qx.¨9$# 4
 y7Ï9ºsŒur ß`ƒÏŠ ÏpyJÍhŠs)ø9$# ÇÎÈ  
Artinya: Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah, dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan salat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus (benar)”.
                                                 
Adapun kandungan makna Q.S. Al-Bayyinah ayat 5 adalah:
a.       Perintah untuk beribadah kepada Allah Swt. dan menaati ajaran Allah Swt.
dengan lurus (tidak bercampur dengan riya’ dan syirik). Seseorang yang
melaksanakan ibadah, tetapi masih mempercayai adanya kekuatan selain
Allah Swt., seperti mempercayai dukun atau benda benda yang dianggap
keramat
maka orang tersebut dikatakan musyrik.
b.      Sebagai seorang Muslim, wajib hukumnya untuk mendirikan shalat lima waktu
dalam sehari semalam, shalat ini sangat besar artinya, karena merupakan tiang
agama, dan ibadah yang pertama dihisab di akhirat.
c.       Perintah untuk menunaikan zakat. Oleh karena itu, dalam setiap harta ada hak
Allah Swt. yang harus dikeluarkan untuk orang yang berhak menerimanya.
Zakat berfungsi untuk menyucikan harta dan menumbuh kembangkannya.[5]












C.      MUFRADAT DARI DALIL KEIKHLASAN DALAM BERIBADAH
1.    Q.S. Al-An’am ayat 162 -163
Artinya
Lafadz
Sesungguhnya Shalatku
ÎAŸx|¹ ¨bÎ)
Ibadahku
Å5Ý¡èSur
Hidupku dan matiku
ÎA$yJtBury$uøtxCur
Tuhan semesta alam
tûüÏHs>»yèø9$#É b>u
Tiada sekutu bagi-Nya
çms9 y7ƒÎŽŸ° Ÿw
Aku diperintahkan
ßNöÏBé&
Orang-orang yang berserah diri
ã tûüÏHÍ>ó¡çRùQ$#A¨rr&

2.    Q.S. Al-Bayyinah ayat 5[6]
Artinya
Lafadz
Dan mereka tidak disuruh
(#ÿrâÉDé&!$tBur
Melainkan supaya menyembah Allah
(#rßç6÷èuÏ9 ©!$#žwÎ)
Dan yang demikian inilah agama yang lurus
ÏpyJÍhŠs)ø9$# ß`ƒÏŠ y7Ï9ºsŒur




[1] Yusuf Qardhawi, Konsep Ibadah dalam Islam, (Bandung: Mizan, 2002), hal. 67.
[2]Kementerian Agama RI, Buku Siswa: Al-Qur’an Hadis Kelas XI Kurikulum 2013, (Jakarta: 2014), hal. 132.
[3]Syamury, Pendidikan Qur’an Hadist Untuk Kelas X, (Jakarta : Erlangga Matsna, 2006), hal.103.
[4] Departemen Agama RI,  Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: Jumanatul ‘Ali-Art, 2005), hal.150.

[5] Lilis Fauziyah, Kebenaran  Al Qur’an dan Hadits, (Malang: Tiga Serangkai, 2008), hal.132.
[6] Ibid, Kementerian Agama RI, Buku Siswa: Al-Qur’an Hadis Kelas X Kurikulum 2013, hal. 129-130.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Materi PAI di SMA/MA

Zakat  Keikhlasan dalam Beribadah Pernikahan dalam Islam Sejarah Perkembangan Islam diNusantara Waris dan Wasiat dalam Islam M...