MANUSIA
SEBAGAI KHALIFAH DI MUKA BUMI
A.
Proses
Penciptaan Manusia
Manusia dalam pandangan Islam terdiri dari dua unsur, yaitu
jasmani dan rohani. Jasmani manusia bersifat materi yang berasal dari
unsur-unsur sari pati tanah. Sedangkan roh manusia merupakan substansi
immateri. Tentang proses kejadian
manusia, Allah telah berfirman dalam Al-qur’an surat Al-Mukminun ayat 12-14
sebagai berikut:
ôs)s9ur $oYø)n=yz z`»|¡SM}$# `ÏB 7's#»n=ß `ÏiB &ûüÏÛ ÇÊËÈ §NèO çm»oYù=yèy_ ZpxÿôÜçR Îû 9#ts% &ûüÅ3¨B ÇÊÌÈ ¢OèO $uZø)n=yz spxÿôÜZ9$# Zps)n=tæ $uZø)n=ysù sps)n=yèø9$# ZptóôÒãB $uZø)n=ysù sptóôÒßJø9$# $VJ»sàÏã $tRöq|¡s3sù zO»sàÏèø9$# $VJøtm: ¢OèO çm»tRù't±Sr& $¸)ù=yz tyz#uä 4 x8u$t7tFsù ª!$# ß`|¡ômr& tûüÉ)Î=»sø:$# ÇÊÍÈ
Artinya
: “Dan sungguh, Kami telah menciptakan
manusia dari saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami menjadikannya air
mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian, air mani itu
Kami jadikan sesuatu yang melekat, lalu sesuatu yang melekat itu Kami jadikan
segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu
tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian, Kami menjadikannya
makhluk yang (berbentuk) lain. Mahasuci Allah, Pencipta yang paling baik.” (QS.
al-Mu’minun: 12-14)
QS. al-Mu’minun
ini menerangkan tentang proses penciptaan manusia yang sangat unik. Proses
penciptaan manusia diuraikan mulai unsur pertamanya, proses perkembangan dan
pertumbuhannya di dalam rahim, sehingga menjadi makhluk yang sempurna dan siap
lahir menjadi seorang anak manusia. Pada ayat 12, Allah Swt. menjelaskan bahwa
manusia diciptakan dari sari pati yang berasal dari tanah (&ûüÏÛ`ÏiB 7's#»n=ß).[1]
Selanjutnya,
pada ayat 13, dengan kekuasaan- Nya saripati yang berasal dari tanah itu dijadikan-Nya menjadi nuthfah (air
mani). Dalam istilah biologi, air mani seorang laki-laki disebut sel sperma dan
air mani wanita disebut sel telur (ovum). Ketika keduanya bertemu dalam proses
konsepsi atau pembuahan, maka kemudian tersimpan dalam tempat yang kokoh
yaitu rahim seorang wanita.[2]
Selanjutnya,
pada ayat 14 dijelaskan ketika berada di dalam rahim seorang wanita tersebut,
selama kurun waktu tertentu (40 hari) nuthfah tersebut berkembang
menjadi ’alaqah (segumpal darah), kemudian dalam kurun waktu tertentu
pula (40 hari) ’alaqah berubah menjadi mudghah (segumpal daging),
lalu selama kurun waktu tertentu (40 hari) berubah menjadi tulang-belulang yang
terbungkus daging, dan akhirnya tumbuh dan berkembang menjadi anak manusia,
sebagaimana disebutkan dalam ayat tersebut (”kemudian Kami menjadikan dia
makhluk yang berbentuk lain”).[3]
Dalam
teori biologi, dijelaskan bahwa manusia berasal dari pertemuan antara sperma
seorang laki-laki dengan sel telur (ovum) seorang wanita yang berlangsung di
dalam saluran oviduc pada saat ovulasi pada tubuh seorang wanita yang kemudian
disebut dengan pembuahan. Kemudian akan dihasilkan zygot yang bergerak ke dalam
rahim lalu menempel pada dinding rahim. Di dalam rahim, zygot akan berkembang
menjadi embrio kemudian menjadi janin. Dalam perkembangan berikutnya, janin
siap lahir setelah melalui masa tertentu. Selama di dalam rahim sampai lahir,
asupan makanan diperoleh melalui saluran yang menempel pada dinding rahim yang disebut
plasenta. Gambaran yang demikian telah dijelaskan dalam ayat-ayat tersebut.
B.
Proses
Manusia Setelah Dilahirkan
Bayi manusia lahir dengan
keadaan lemah dan dalam tidak mengetahui sesuatupun. Akan tetapi Allah
membekali manusia dengan potensi-potensi yang besar dan untuk dimanfaatkan
sebaik-baiknya, dalam artian digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Bekal yang diberikan kepada manusia itu meliputi pendengaran, penglihatan, dan
hati nurani atau akal pikiran. Sebagai mana dalam Q.S An-Nahl ayat 78 berikut:
ª!$#ur Nä3y_t÷zr& .`ÏiB ÈbqäÜç/ öNä3ÏF»yg¨Bé& w cqßJn=÷ès? $\«øx© @yèy_ur ãNä3s9 yìôJ¡¡9$# t»|Áö/F{$#ur noyÏ«øùF{$#ur öNä3ª=yès9 crãä3ô±s? ÇÐÑÈ
Artinya: “Dan
Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui
sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu
bersyukur.” (Q.S An-Nahl: 78)[4]
Ayat
78 surah An-Nahl ini masih erat kaitannya dengan surah al-Mu’minun ayat 12-14
sebagaimana dijelaskan di atas. Pada ayat ini, Allah Swt. Menegaskan bahwa
ketika seorang anak manusia dilahirkan ke dunia, dia tidak tahu apa-apa. Dengan
kekuasaan dan kasih sayang-Nya, Allah Swt. membekalinya dengan atribut
pelengkap yang nantinya dapat berfungsi untuk mengetahui segala sesuatu yang
sebelumnya tidak pernah diketahui. Atribut-atribut tersebut ialah berupa tiga
unsur penting dalam proses pembelajaran bagi manusia, yakni: pendengaran, penglihatan
dan hati/akal pikiran.[5]
Yang
menarik untuk ditelaah, bahwa ternyata pendengaran adalah unsur penting yang
pertama kali digunakan bagi orang yang belajar guna memahami segala sesuatu.
Menurut sebuah teori penemuan modern, bayi yang masih dalam kandungan bisa
menangkap pesan yang disampaikan dari luar dan ia sangat peka. Maka ada ahli
yang menyarankan agar anak nantinya berkembang dengan kecerdasan tinggi dan
kehalusan budi, hendaknya selama di dalam kandungan ia sering diperdengarkan
musik klasik dan irama-irama yang lembut. Atau kalau dalam konteks Islam,
hendaknya bayi dalam kandungan sering diperdengarkan ayat-ayat suci al-Qur’an, kalimah-kalimah
thayyibah. Karena diyakini bahwa sang bayi dapat menangkap pesan menlalui
pendengaran itu.
Dalam
proses memahami dan mempelajari segala sesuatu, manusia menangkapnya dengan
pendengaran, diperkuat dengan penglihatan dan akhirnya disimpan dalam hati
sebagai ilmu pengetahuan.
Akhirnya
setelah manusia menyadari bahwa dahulu ketika lahir tidak satupun yang bisa
diketahui, kemudian atas kemurahan Allah Swt. yang telah memberikan
pendengaran, penglihatan dan hati/akal pikiran, manusia bisa mengetahui segala
sesuatu dalam hidupnya. Puncaknya, kesadaran tersebut sudah seharusnya
mendorong rasa bersyukur yang teramat
besar kepada yang telah berkuasa memberikan itu semua. Oleh karena itu, pada
akhir ayat, Allah Swt. menegaskan bahwa itu semua diberikan kepada manusia agar
manusia mau bersyukur kepada-Nya. Rasa syukur itu kemudian harus diwujudkan
dengan pengakuan, ketundukan, ketaatan, kepatuhan yang diekspresikan
dalam bentuk keimanan dan direalisasikan dalam bentuk beribadah kepada-Nya.
Dia-lah Allah Swt. Zat yang Maha Pencipta, zat Yang Maha Pemurah, zat yang Maha
Kuasa, zat yang Maha Besar dan zat yang berhak disembah oleh sekalian makhluk.[6]
C.
Tugas
dan Tujuan Manusia Diciptakan
1.
Manusia Sebagai
Hamba Allah
Allah menciptakan manusia
tidak lain adalah untuk mengabdi kepadaNya. Mengabdi dalam artian beribadah
dengan menjalankan perintahnya dan menjauhi laranganNya. Sebagaimana firman
Allah dalam Q.S Az-Zariyat ayat 56 berikut:
$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur wÎ) Èbrßç7÷èuÏ9 ÇÎÏÈ
Artinya: “Dan
aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku.” (Q.S
Az-Zariyat: 56)[7]
Allah menegaskan dalam QS.
az-Zariyat ayat 56 bahwa tujuan diciptakannya jin dan manusia tidak lain adalah
untuk beribadah kepada-Nya. Beribadah dalam arti menyembah, mengabdi,
menghamba, tunduk, tata dan patuh terhadap segala yang dikehendaki-Nya. Ketundukan,
ketaatan dan kepatuhan dalam kerangka ibadah tersebut harus menyeluruh dan
total, baik lahir maupun batin. Tujuan ibadah adalah untuk mencari ridha Allah
Swt.[8]
Ibadah merupakan bukti rasa
syukur manusia kepada Allah Swt. yang telah menciptakan manusia dengan
sebaik-baik bentuk dan yang dengan kemurahan- Nya Allah Swt. memberikan
fasilitas hidup. Sikap tersebut sudah seharusnya dimiliki oleh setiap manusia,
apabila manusia mempunyai kesadaran akan hak itu. Lain halnya apabila manusia
tidak mempunyai kesadaran untuk mensyukuri segala yang telah diberikan oleh
Allah Swt., maka ia akan menjadi manusia yang tidak mau tunduk, tidak mau taat
dan mengingkari Allah Swt. dengan tidak mauberibadah kepada-Nya.
2.
Manusia Sebagai
Khalifah di Muka Bumi
Manusia diserahi tugas hidup
yang merupakan amanat Allah dan harus dipertanggungjawabkan dihadapanNya. Tugas
hidup yang dipikul manusia di muka bumi adalah tugas kekhalifahan. Sebagaimana
firman Allah sebagai berikut:
øÎ)ur tA$s% /u Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9 ÎoTÎ) ×@Ïã%y` Îû ÇÚöF{$# ZpxÿÎ=yz ( (#þqä9$s% ã@yèøgrBr& $pkÏù `tB ßÅ¡øÿã $pkÏù à7Ïÿó¡our uä!$tBÏe$!$# ß`øtwUur ßxÎm7|¡çR x8ÏôJpt¿2 â¨Ïds)çRur y7s9 ( tA$s% þÎoTÎ) ãNn=ôãr& $tB w tbqßJn=÷ès? ÇÌÉÈ
Artinya: “Ingatlah
ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa
Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan
memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya
aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (Q.S Al-Baqarah:30)[9]
Dalam ayat 30
surah al-Baqarah ini, disampaikan informasi bahwa sebelum Allah Swt.
menciptakan manusia pertama yakni Adam as. hal tersebut sudah disampaikan
kepada para malaikat. Diilustrasikan dalam ayat tersebut, terjadi dialog antara
Allah Swt. dengan malaikat. Allah Swt. menyampaikan kepada para malaikat bahwa
Allah Swt. hendak menjadikan khalifah di muka bumi yaitu manusia. Apakah yang
dimaksud khalifah itu? Khalifah berarti pengganti, yang menggantikan atau yang
datang sesudah siapa yang datang. Ulama’ ada yang mengartikan bahwa khalifah
ialah yang menggantikan Allah Swt. dalam menegakkan hukum-hukum-Nya di muka bumi.
Allah Swt. menunjuk manusia sebagai khalifah merupakan penghormatan kepadanya
karena kelebihannya dibandingkan makhluk selain manusia, tidak terkecuali
malaikat. Dengan menunjuk manusia sebagai khalifah, Allah Swt. juga bermaksud
mengujinya sejauh mana manusia bisa melaksanakan amanah sebagai khalifah Allah
Swt. di muka bumi.
Ketika Allah
Swt. menyampaikan rencana tersebut, malaikat menyampaikan ”Mengapa Engkau
hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan
padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji
Engkau dan mensucikan Engkau?” Bila dikaji dengan baik, pernyataan malaikat
tersebut bukan pertanda keberatan atas rencana Allah Swt. tersebut. Perlu
diingat bahwa malaikat adalah makhluk yang sangat taat dan patuh terhadap Allah
Swt., tidak mungkin malaikat menentang dan mendurhakai- Nya, termasuk terhadap
rencana menjadikan khalifah di muka bumi ini. Namun demikian, pertanyaan
malaikat tersebut dapat diasumsikan beberapa hal. Pertama, bisa jadi hal itu
berdasarkan pengalaman mereka sebelum terciptanya manusia dimana ada makhluk
yang berlaku merusak dan menumpahkan darah. Kedua, atau bisa juga malaikat
menduga bahwa karena yang akan ditugaskan menjadi khalifah bukan malaikat, maka
tentunya makhluk ini berbeda dengan mereka yang senantiasa bertasbih dan memuji
Allah Swt. Ketiga, bisa juga karena dari penamaan Allah Swt. terhadap
makhluk yang akan diciptakan dengan sebutan khalifah. Kata khalifah ini
mengisyaratkan pelerai perselisihan dan penegak hukum, sehingga dengan demikian
pasti ada diantara mereka yang berbuat kerusakan, perselisihan dan pertumpahan
darah. Wallahu a’lam. Tetapi, apapun latar belakang pertanyaan malaikat
tersebut, yang pasti malaikat hanya bertanya kepada Allah Swt. Bukan menunjukkan
keberatan terhadap rencana Allah Swt.[10]
Kemudian dalam
ayat tersebut, diketahui bahwa pertanyaan malaikat itu dijawab singkat oleh
Allah Swt.: ”Sesungguhnya Aku (Allah) mengetahui apa yang kamu tidak ketahui”.
Jawaban Allah Swt. tersebut juga diperkuat bahwa manusia memang layak ditugasi
sebagai khalifah di muka bumi karena kelebihan manusia jika dibandingkan
makhluk lain termasuk malaikat. Kelebihan yang sangat nyata adalah kelengkapan
unsur penciptaan manusia, yaitu jasad fisik, ruh termasuk di dalamnya nafsu,
dan yang terpenting kelebihan akal pikiran yang dikaruniakan Allah Swt. kepada
manusia. Rasulullah dalam sebuah hadis menjelaskan:
عَنْ أَبىِ سَعِيْدٍ الخُدْرِيِّ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ
عَنِ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : إِنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ
خَضِرَةٌ , وَاِنَّ اللهَ مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيْهَا فَيَنْظُرَ كَيْفَ
تَعْمَلُونَ, فَاتَّقُوا الدُّنْيَا وَاتَّقُوا النِّسَاءَ , فَإِنَّ أَوَّلَ
فِتْنَةِ بَنِى إِسْرَا ئِيلَ كَانَتْ فِي النِّسَاء . رواه مسلم
Artinya: “Dari Abu Sa’id Al-Khudlriy, Rasulullah
saw bersabda: “Sesungguhnya dunia itu manis dan hijau, dan sesungguhnya Allah
menjadikanmu khalifah di dunia, maka (Allah) akan melihat bagaimana kamu
melaksanakannya. Maka takutlah kamu akan dunia dan takutlah akan (fitnah karena) wanita, sesungguhnya fitnah yang
pertama kali menimpa Bani Israil adalah dalam (masalah) wanita.” (HR
Muslim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar